>Jumlah
populasi: 85.000
>Bahasa : Gayo
>Bahasa : Gayo
>Agama :
Islam
>Kelompok etnik
terdekat : Alas, Karo
>Kawasan
dengan konsentrasi signifikanBener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues
Suku Gayo atau Orang Gunung adalah sebuah suku bangsa
yang mendiami pegunungan di Aceh bagian tengah, Populasinya berjumlah kurang
lebih 85.000 jiwa. Orang Gayo secara mayoritas terdapat di kabupaten Aceh
Tengah dan Bener Meriah (sekitar 15 - 20%) dan Gayo Lues (sekitar 20 - 40%) dan
sebagian wilayah Aceh Tenggara. Suku Gayo beragama Islam dan mereka dikenal
taat dalam agamanya dan mereka menggunakan bahasa Gayo dalam percakapan sehari
hari nya. Kata Gayo berasal dari bahasa aceh kuno yang di adopsi dari bahasa
sansekerta (india) yang artinya gunung.
Pada abad ke-11, Kerajaan Linge didirikan oleh orang-orang Gayo pada era
pemerintahan Sultan Makhdum Johan Berdaulat Mahmud Syah dari Kesultanan Perlak.
Informasi ini diketahui dari keterangan Raja Uyem dan anaknya Raja Ranta yaitu
Raja Cik Bebesen dan dari Zainuddin yaitu dari raja-raja Kejurun Bukit yang
kedua-duanya pernah berkuasa sebagai raja di era kolonial Belanda. Raja Linge
I, disebutkan mempunyai 4 orang anak. Yang tertua seorang wanita bernama Empu
Beru atau Datu Beru, yang lain Sebayak Lingga (Ali Syah), Meurah Johan (Johan
Syah) dan Meurah Lingga (Malamsyah).
Sebayak Lingga kemudian merantau ke tanah Karo dan
membuka negeri di sana dia dikenal dengan Raja Lingga Sibayak. Meurah Johan
mengembara ke Aceh Besar dan mendirikan kerajaannya yang bernama Lam Krak atau
Lam Oeii atau yang dikenal dengan Lamuri atau Kesultanan Lamuri. Ini berarti
Kesultanan Lamuri di atas didirikan oleh Meurah Johan sedangkan Meurah Lingga
tinggal di Linge, Gayo, yang selanjutnya menjadi raja Linge turun termurun.
Meurah Silu bermigrasi ke daerah Pasai dan menjadi pegawai Kesultanan Daya di
Pasai. Meurah Mege sendiri dikuburkan di Wih ni Rayang di Lereng Keramil Paluh
di daerah Linge, Aceh Tengah. Sampai sekarang masih terpelihara dan dihormati
oleh penduduk.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
Penyebab migrasi tidak diketahui. Akan tetapi menurut riwayat dikisahkan bahwa Raja Linge lebih menyayangi bungsunya Meurah Mege. Sehingga membuat anak-anaknya yang lain lebih memilih untuk mengembara.
Dinasti Lingga
- Adi Genali Raja Linge I di Gayo
- Raja Sebayak Lingga di Tanah Karo. Menjadi Raja Karo
- Raja Meurah Johan (pendiri Kesultanan Lamuri)
- Meurah Silu anak dari Meurah Sinabung (pendiri Kesultanan Samudera Pasai), dan
- Raja Linge II alias Marah Lingga di Gayo
- Raja Lingga III-XII di Gayo
- Raja Lingga XIII menjadi Amir al-Harb Kesultanan Aceh. Pada tahun 1533 terbentuklah Kerajaan Johor baru di Malaysia yang dipimpin oleh Sultan Alauddin Mansyur Syah. Raja Lingga XIII diangkat menjadi kabinet di kerajaan baru tersebut. Keturunannya mendirikan Kesultanan Lingga di kepulauan Riau, pulau Lingga, yang kedaulatannya mencakup Riau (Indonesia), Temasek (Singapura) dan sedikit wilayah Malaysia.
Raja-raja di Sebayak Lingga Karo
tidak terdokumentasi. Pada era Belanda kembali diangkat raja-rajanya tapi hanya
dua era
- Raja Sendi Sibayak Lingga (pilihan Belanda)
- Raja Kalilong Sibayak Lingga
B. Kehidupan Sosial
Masyarakat
Gayo hidup dalam komuniti kecil yang disebut kampong. Setiap kampong dikepalai
oleh seorang gecik. Kumpulan beberapa kampung disebut kemukiman, yang dipimpin
oleh mukim. Sistem pemerintahan tradisional berupa unsur kepemimpinan yang
disebut sarak opat, terdiri dari reje (raja), petue (petua), imem (imam), dan
rayat (rakyat).
Pada
masa sekarang beberapa buah kemukiman merupakan bagian dari kecamatan, dengan
unsur-unsur kepemimpinan terdiri atas: gecik, wakil gecik, imem, dan cerdik
pandai yang mewakili rakyat.
Sebuah
kampong biasanya dihuni oleh beberapa kelompok belah (klan). Anggota-anggota
suatu belah merasa berasal dari satu nenek moyang, masih saling mengenal, dan
mengembangkan hubungan tetap dalam berbagai upacara adat. Garis keturunan
ditarik berdasarkan prinsip patrilineal. Sistem perkawinan yang berlaku
berdasarkan tradisi adalah eksogami belah, dengan adat menetap sesudah nikah
yang patrilokal (juelen) atau matrilokal (angkap).
Kelompok
kekerabatan terkecil disebut sara ine (keluarga inti). Kesatuan beberapa
keluarga inti disebut sara dapur. Pada masa lalu beberapa sara dapur tinggal
bersama dalam sebuah rumah panjang, sehingga disebut sara umah. Beberapa buah
rumah panjang bergabung ke dalam satu belah (klan). Pada masa sekarang banyak
keluarga inti yang mendiami rumah sendiri. Pada masa lalu orang Gayo terutama
mengembangkan mata pencaharian bertani di sawah dan beternak, dengan adat
istiadat mata pencaharian yang rumit.
Selain
itu ada penduduk yang berkebun, menangkap ikan, dan meramu hasil hutan. Mereka
juga mengembangkan kerajinan membuat keramik, menganyam, dan menenun. Kini mata
pencaharian yang dominan adalah berkebun, terutama tanaman Kopi Gayo. Kerajinan
membuat keramik dan anyaman pernah terancam punah, namun dengan dijadikannya
daerah ini sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Aceh, kerajinan keramik
mulai dikembangkan lagi. Kerajinan lain yang juga banyak mendapat perhatian
adalah kerajinan membuat sulaman kerawang dengan motif yang khas.
C. Seni Budaya
Suatu
unsur budaya yang tidak pernah lesu di kalangan masyarakat Gayo adalah
kesenian, yang hampir tidak pernah mengalami kemandekan bahkan cenderung
berkembang. Bentuk kesenian Gayo yang terkenal, antara lain tari Saman dan seni
bertutur yang disebut Didong. Selain untuk hiburan dan rekreasi, bentuk-bentuk
kesenian ini mempunyai fungsi ritual, pendidikan, penerangan, sekaligus sebagai
sarana untuk mempertahankan keseimbangan dan struktur sosial masyarakat. Di
samping itu ada pula bentuk kesenian seperti tari Bines, tari Guel, tari
Munalu, Sebuku /Pepongoten (seni meratap dalam bentuk prosa), guru didong, dan
melengkan (seni berpidato berdasarkan adat).
Dalam
seluruh segi kehidupan, orang Gayo memiliki dan membudayakan sejumlah nilai
budaya sebagai acuan tingkah laku untuk mencapai ketertiban, disiplin,
kesetiakawanan, gotong royong, dan rajin (mutentu). Pengalaman nilai budaya ini
dipacu oleh suatu nilai yang disebut bersikemelen, yaitu persaingan yang
mewujudkan suatu nilai dasar mengenai harga diri (mukemel). Nilai-nilai ini
diwujudkan dalam berbagai aspek kehidupan, seperti dalam bidang ekonomi,
kesenian, kekerabatan, dan pendidikan. Sumber dari nilai-nilai tersebut adalah
agama Islam serta adat setempat yang dianut oleh seluruh masyarakat Gayo.
D. Seni dan Tarian
- Didong
- Didong Niet
- Tari Saman
- Tari Bines
- Tari Guel
- Tari Munalu
- Tari Sining
- Tari Turun ku Aih Aunen
- Tari Resam Berume
- Tuah Kukur
- Melengkan
- Dabus
E. Makanan Khas
- Masam Jaeng
- Gutel
- Lepat
- Pulut Bekuah
- Cecah
- Pengat
- Gegaloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar